17 July 2009

OBAT BEBAS

OTC adalah singkatan dari Over-The-Counter, merupakan obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter -kita menyebutnya obat bebas. Bisa dipastikan hampir setiap orang pernah mengonsumsi obat bebas ini. Ada 4 golongan obat bebas yang paling populer, yaitu pereda rasa sakit, penenang (antihistamin), ‘obat’ pilek (dekongestan), dan ‘obat’ batuk. *Ngomongs, kenapa saya gunakan ‘()’? Karena sebenarnya tablet, pil, atau kaplet tersebut bukanlah untuk mengobati penyakit, tetapi hanya meredakan gejala. Ini akan dibahas belakangan*

Pereda rasa sakit/pain relievers

Pereda rasa sakit ini ada 2 jenis, yaitu obat anti-peradangan non-steroid (nama bekennya di dunia per-obat-an adalah NSAIDs/nonsteroidal anti-inflammatory drugs) dan parasetamol alias asetaminofen. Perbedaan ini didasarkan pada cara kerjanya. NSAID bekerja dengan menghentikan pengeluaran prostaglandin, senyawa pemicu rangsangan pada ujung syaraf kulit, otot, dan persendian yang menimbulkan sensasi sakit. Contoh NSAID yang paling populer yaitu aspirin dan ibuprofen. Umumnya NSAID memiliki efek samping yang lebih berat daripada parasetamol. Parasetamol bekerja dengan memblokir sensasi sakit pada otak dan tulang belakang. Pereda rasa sakit yang mana yang anda pilih?

Antihistamin

Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan rasa gatal, iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias ingus). Antihistamin ini ada 3 jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine, dan Chlorpheniramine. Yang paling sering ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah golongan klorfeniramin (biasanya dalam bentuk klorfeniramin maleat).

Dekongestan

Dekongestan bekerja dengan mempersempit pembuluh darah di hidung, sehingga menghambat aliran darah dan menciutkan pembengkakan jaringan di dalam hidung. Satu-satunya dekongestan yang digunakan dalam obat bebas adalah pseudoefedrin, yang sayangnya baru-baru ini penggunaannya diawasi lebih ketat (dengan kata lain batasan dosis maksimumnya diperkecil) akibat efek samping yang besar dan efektivitasnya yang rendah. Sedangkan senyawa yang efek sampingnya kecil dan lebih efektif justru tidak populer di kalangan produsen dekongestan karena margin keuntungan yang dapat diperoleh lebih kecil (baca artikel tentang pseudoefedrin di website prof. Iwan Darmansjah). *Jadi ingat iklan I*za yang dengan ‘bangga’ mengatakan "Dengan pseudoefedrin!" emoticon
‘Obat’ batuk

‘Obat’ batuk digolongkan menjadi dua; antitusif dan ekspektoran (kali ini iklan tidak menipu emoticon ). Antitusif bekerja dengan menekan refleks batuk, contohnya Dextromethorphan. Sedangkan ekspektoran -mungkin- bekerja dengan mengencerkan lendir sehingga lebih mudah dikeluarkan pada saat batuk (artinya, anda tetap harus batuk untuk mengeluarkan lendir ini emoticon ), contohnya Guaifenesin.

------------------------------------------------

Apa yang pertama kali kamu lakukan kalo sakit? Beli obat bebas? Dateng ke dokter? Atau minum jamu? Atau cuek ajah, nunggu sembuh sendiri? Yang manapun pilihan yang dibuat, just be sure that it is a wise choice.

Untuk yang ’suka’ beli obat bebas (Over the Counter Drug), saya tidak menganjurkan anda untuk membeli obat hanya berdasarkan iklan. Seperti saya katakan di posting2 sebelumnya, iklan di negara ini banyak yang menggunakan istilah-istilah rumit dan klaim yang cenderung menyesatkan. Apalagi perlindungan terhadap hak konsumen masih rendah. Jadi, ‘bekal’ untuk dapat mengkonsumsi obat bebas dengan aman adalah:

  1. kenali nama senyawa kimia yang terkandung dalam obat (minimal baca lah!)
  2. tahu apa fungsi senyawa kimia tersebut (menurunkan demam, menekan syaraf yang merangsang batuk, penghilang rasa sakit, dll)
  3. tahu golongan senyawa kimia tersebut (apakah sebenarnya termasuk obat keras, atau obat yang tidak lagi direkomendasikan penggunaannya seperti pseudoefedrin fenolpropanolamin untuk pilek)
  4. patuh pada aturan pakai dan memperhatikan efek samping yang mungkin timbul.

Yup, that’s right. Tidak semudah dan seaman yang anda pikirkan untuk mengonsumsi obat bebas!

Untuk yang memilih datang ke dokter sebagai solusi utama, saya menganjurkan anda untuk tidak menganggap dokter sebagai dewa yang serba sempurna, kata-katanya adalah harga mati dan resepnya adalah jalan satu-satunya untuk sembuh. Dokter hanya manusia, demikian pula anda. Jadi ‘bekal’ untuk menemui dokter adalah:

  1. amati dan ingat-ingat keluhan kesehatan yang dialami. diagnosa yang benar akan didasarkan pada gejala dan keluhan yang dirasakan (BUKAN dari hasil pemeriksaan lab semata)
  2. tanyakan apa diagnosanya, dan gejala mana yang PASTI merupakan pertanda penyakit yang diderita
  3. tanyakan solusinya; apakah harus dengan obat atau cukup dengan memperbaiki pola istirahat/makan/olahraga
  4. jika dibuatkan resep, tanyakan obat apa yang tertulis di resep tersebut, fungsinya, tata cara konsumsinya, apa yang harus dihindari/tidak dilakukan ketika sedang mengonsumsi obat tersebut & apakah ada generiknya (trust me, ini membantu kantong anda!)
  5. sebelum menebus obat ke apotik, cari tahu tentang detail obat; harga, nama generik, kegunaan, efek samping dan golongan obat (warga internet bisa cari tahu di apotik online)
  6. ketika menebus obat di apotik, mintalah salinan resep (gratis kok) untuk arsip pribadi apabila di masa datang ternyata timbul masalah akibat konsumsi obat dalam resep tersebut.

Sekedar mengingatkan, dokter yang mengatakan bahwa anda "Tidak apa-apa" atau "Tidak perlu obat" atau "Nanti juga sembuh sendiri" atau "Hanya perlu istirahat", BUKAN berarti dia tidak kompeten. Sebab bisa jadi itu adalah nasihat TERBAIK untuk anda, dibandingkan dengan resep untuk vitamin yang belum tentu pula anda butuhkan.

Untuk yang memilih minum jamu, I highly recommend you really know what you are doing. Suatu produk herbal tidak semerta-merta aman hanya karena 100% alami (dari tumbuhan), karena beberapa tumbuhan bisa mengandung racun mematikan. Memastikan keamanan produk herbal memang cenderung lebih sulit karena tidak melalui uji klinis. Produk jamu bisa ‘dicari’ jaminan amannya dengan:

  1. terdaftar di departemen kesehatan atau mendapat pengesahan dari BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan)
  2. ada label yang jelas mengenai bahan aktif (atau nama tumbuhannya), kandungan (dalam persen konsentrasi), aturan pakai beserta dosis
  3. ada label nama produsen dan alamat/no. telp kontak produsen.

Untuk yang cuek ajah, ya ngga papa sih, itu pilihan pribadi. Sebagai syarat, lakukan ini hanya jika anda mengetahui bahwa penyakit anda tidak membutuhkan obat tertentu atau nasihat dokter (misalnya influenza) dan yakinkan orang sekitar anda bahwa anda akan bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Pilihan cuek ini belum tentu berbahaya, sebagaimana pilihan untuk datang ke dokter belum tentu berguna.

Sebagai aturan umum ngobat:

  1. belilah obat di apotik. harganya memang tidak semurah di toko obat, namun lebih aman. (di jakarta terjadi pemalsuan tanggal kadaluarsa obat di beberapa toko/pasar obat tertentu)
  2. pastikan kemasan obat masih baik dan tanggal produksi (batch)/kadaluarsa terlihat dengan jelas
  3. jangan gunakan obat melebihi dosis yang ditentukan dalam kemasan
  4. hati-hati terhadap kontra indikasi (misalnya untuk penderita penyakit tertentu, atau dalam kondisi hamil/menyusui)

note: artikel ini tidak dimaksudkan sebagai nasihat atau pengganti konsultasi medis resmi

Sumber: dari sini

No comments:

Post a Comment