10 March 2015

EDEMA PARU AKUT

Edema Paru Akut (EPA) adalah akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan dengan cepat. 
Edema paru kardiogenik akut merupakan gejala yang dramatik ditandai dengan derajat transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru dari kejadian gagal jantung kiri yang akut. Hal ini dapat diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar dari atrium kiri, peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri, disfungsi diastolik atau sistolik dari ventrikel kiri atau obstruksi pada jalur keluar dari ventrikel kiri. Akibat akhir yang ditimbulkan adalah hipoksia berat.

Diagnosis

PEMERIKSAAN
KARDIOGENIK
NONKARDIOGENIK
Anamnesis
Acute cardiac event

Sering

Jarang
Pemeriksaan fisik
-  Perifer
-  S3 gallop/ kardiomegali
-  JVP
-  Ronki

Dingin
Positif
Meningkat
Basah

Hangat, nadi kuat
Negative
Tak meningkat
Kering
Pemeriksaan Penunjang
-  EKG
-  Foto toraks
-  Enzim kardiak
-  Pulmonary capillary wedge pressure
-  Shunt intrapulmonar
-  Rasio protein edema dan plasma

Iskemik/infark
Kardiomegali
Bisa meningkat
>  18 mmHg  
Sedikit
< 0,5

Biasanya normal, aritmia
Infiltrat difus bilateral
Biasanya normal
< 18 mmHg
Hebat
> 0,7

Manifestasi klinis
- Sesak napas hebat yang dapat disertai sianosis
- Berkeringat dingin
- Batuk dapat disertai dahak yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum)
- Pasien merasa ketakutan.
- Pasien bisanya dalam posisi duduk atau sedikit membungkuk kedepan.

Pemeriksaan Fisik 
- Frekuensi napas meningkat
- Dilatasi ala nasi
- Retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula → tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan saat inspirasi.

Paru         : ronki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, Wh +/+
Jantung    : protodiastolik gallop, BJ II pulmonal mengeras.

Radiologis
Foto thorax: hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstitial atau alveolar.

EKG
Pasien dengan edema paru kardiogenik yang non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil. Pasien dengan krisis hipertensi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri.

Penatalaksanaan
Manajemen edema paru akut harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan, meskipun pemeriksaan untuk melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik masih berlangsung.
Manajemen EPA dilakukan dengan langkah-langkah terapi berikut yang biasanya dapat dilakukan secara bersamaan :

Posisi dan Terapi Oksigen
- Pasien diposisikan dalam keadaan duduk atau setengah duduk.
- Oksigen (40-50%) segera diberikan sampai dengan 8 L/menit, untuk mempertahankan PO2, kalau perlu dengan masker. Continuous positive airway pressure (CPAP) sangat membantu pada pasien tertentu.
- Intubasi endotrakeal dan ventilator Jika kondisi pasien semakin memburuk, timbul sianosis, makin sesak, takipneu, ronki bertambah, PO2 tidak bisa dipertahankan ≥60 mmHg, atau terjadi kegagalan mengurangi cairan edema secara adekuat.
- Efek terapi : Oksigen konsentrasi tinggi akan meningkatkan tekanan intraalveolar sehingga dapat menurunkan transudasi cairan dari kapiler alveolar dan mengurangi aliran balik vena (venous return) ke toraks , mengurangi tekanan kapiler paru.

Morfin Sulfat
- Morfin IV 2-5 mg (diulangi tiap 15 menit). Sampai total dosis 15 mg biasanya cukup efektif. → diencerkan jadi 10 cc (=1mg/cc)
- Efek terapi : obat ini mengurangi kecemasan, mengurangi rangsang vasokonstrikstor adrenergik terhadap pembuluh darah arteriole dan vena. Obat ini dapat menyebabkan depresi pernapasan, sehingga nalokson harus tersedia. 

Nitroglycerin dan Nitroprusside
- Nitroglycerin sublingual 0,4-0,6 mg (dapat diulangi setiap 5 menit). Jika pasien tidak respon atau EKG menunjukkan tanda-tanda iskemik, nitroglycerin dapat diberikan melalui drip intravena 10-30 ug/menit dan dititrasi.
- Pada pasien dengan hipertensi resisten dan tidak berespon baik dengan pemberian nitroglycerin, dapat diberikan nitroprusside dimulai dengan dosis 2,5 ug/kgBB/menit dan dititrasi.

Diuretik loop intravena
- Furosemid 40-80 mg i.v. bolus atau bumetanide 0,5 – 1 mg iv
- Dapat diulangi atau dosis ditingkatkan setelah 4 jam atau dilanjutkan dengan drip kontinu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam.
- Selama terapi ini elektrolit serum dimonitor terutama kalium.

Inotropik
Pada pasien dengan hipotensi atau pasien yang membutuhkan tambahan obat-obatan inotropik, dapat dimulai dengan :
-  Dopamin dosis 5-10 ug/kg/menit dan dititrasi sampai mencapai tekanan sistolik 90-100 mmHg.
-  Dopamin dapat diberikan sendiri atau dikombinasikan dengan dobutamin yang dimulai dengan dosis 2,5 ug/kgBB/menit dan dititrasi sampai terjadi respon klinis yang diinginkan.

Aminofilin
Kadang aminofilin 240-480 mg IV efektif mengurangi bronkokonstriksi, meningkatkan aliran darah ginjal dan pengeluaran natrium dan memperkuat konstraksi miokard.

Obat trombolitik : atau revaskularisasi pada pasien dengan infark miokard akut.




VENTILASI MEKANIK VENTILATOR

Ventilasi Mekanik Ventilator adalah merupakan suatu alat bantu mekanik yang berfungsi bermanfaat dan bertujuan untuk memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan dan juga merupakan mesin bantu nafas yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.

Ventilator adalah peralatan elektrik dan memerlukan sumber listrik. Beberapa ventilator, menyediakan back up batere, namun batere tidak didesain untuk pemakaian jangka lama. Ventilator adalah suatu metode penunjang/bantuan hidup (life - support). Maksudnya adalah jika ventilator berhenti bekerja maka pasien akan meninggal. Oleh sebab itu harus tersedia manual resusitasi seperti ambu bag di samping tempat tidur pasien yang memakai ventilator, karena jika ventilator berhenti bekerja dapat langsung dilakukan manual ventilasi.
Tujuan dan Indikasi Pemasangan Ventilator

Ada beberapa hal yang menjadikan tujuan dan manfaat penggunaan ventilasi mekanik ini dan juga beberapa kriteria pasien yang perlu untuk segera dipasang ventilator.

Tujuan Ventilator 
- Mengurangi kerja pernapasan.
- Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
- Pemberian MV yang akurat.
- Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
- Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat.

Indikasi :
1.     Pasien Dengan Gagal Nafas.
Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnu) maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres pernafasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernafasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
2.     Insufisiensi jantung.
Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan pernafasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi mekanik untuk mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.
3.     Disfungsi neurologis.
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnoe berulang juga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik juga berfungsi untuk menjaga jalan nafas pasien serta memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
4.     Tindakan operasi.
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilasi mekanik.

Kriteria Pemasangan Ventilasi Mekanik
Menurut Pontopidan (2003), seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik (ventilator) bila :
- RR > 35 x/menit.
- Hasil AGD dengan O2 masker PaO2 < 70 mmHg.
- PaCO2 > 60 mmHg
- AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya > 350 mmHg.
- Vital capasity < 15 ml / kg BB.
- Tidal Volume < 5 cc/kg BB.

Alat-alat yang disediakan
- Ventilator
- Spirometer
- Air viva (ambu bag)
- Oksigen sentral
- Perlengkapan untuk mengisap sekresi
- Kompresor Air

Setting Ventilator
1.     Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu :
·   M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate (R.R)
·   Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB
·   Normal R.R =
-  Dewasa = 10 – 12 x/menit
-  Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB.
-  Pada Servo Ventilator 900 C :
o  M.V < 4 liter, pakai standar “infant”
o  M.V. > 4 liter, pakai standar “adult”
2.     Modus
·   Tergantung dari keadaan klinis pasien.
·   Bila mempergunakan “IMV”, harus dikombinasikan dengan “PEEP”.
3.     PEEP
·   Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien.
·   Pada pasien dengan edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg.
·   Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO2 dinaikan sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5 mmHg.
·   Catatan :
-  Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %
-  PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15 mmHg.
4.     Pengaturan Alarm
·   Oksigen = batas terendah : 10 % dibawah yang diset
·   batas tertinggi : 10 % diatas yang diset
·   “Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset
·   “Air Way Pressure” = batas tertinggi 10 cm diatas yang diset

Prosedur Pemberian Ventilator
Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut:
·   Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
·   Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB
·   Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit
·   Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
·   PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas) 

Pemantauan
1.     Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah, sianosis, temperatur.
2.     Auskultasi paru untuk mengetahui :
- Letak tube
- Perkembangan paru-paru yang simetris
- Panjang tube
3.     Periksa AGD tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
·   Nilai standar : PCO2 = 35 – 45 mmHg
·   Saturasi O2 = 96 – 97 %
·   PaO2 = 80 – 100 mmHg
-  PaO2 > 100 mmHg FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
-  PCO2 > 45 mmHg M.V dinaikkan.
-  PCO2 < 35 mmHg M.V diturunkan.
4.     Periksa keseimbangan cairan setiap hari
5.     Periksa elektrolit setiap hari
6.     “Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg
7.     “Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam
8.     Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.
9.     Foto Thorax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
10.  Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
- Gelisah, kesadaran menurun
- Sianosis
- Distensi vena leher
- Trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”
- Salah satu dinding torak jadi mengembang
- Pada perkusi terdapat timpani.

Perawatan :
1.     Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada keluarganya bagi pasien yang tidak sadar.
2.     Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk mencegah infeksi.
3.     “Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar pengembunan air yang terjadi tidak masuk ke paru pasien.
4.     Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai habis, air diganti tiap 24 jam.
5.     Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan sampai letak dan panjang tube berubah.
1.     Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”
6.     Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara :
2.     Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa sehingga posisinya berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang untuk memungkinkan pasien dapat menggerakkan kepala.
7.     Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah posisi tiap 2 jam. Selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya dekubitus.
8.     Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.
9.     Teknik mengembangkan “cuff” :
-  Kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara bocor.
-  “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.

Kriteria Penyapihan
Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan penyapihan bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
·   Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB
·   Volume tidal 4-5 ml/kg BB
·   Kekuatan inspirasi ≥ 20 cm H2O
·   RR < 20 kali/menit.


Beberapa hal yang harus diperhatikan
A.    Humidifasi dan Suhu
Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan.
Dua proses ini harus ditambahkan pelembab (Humidifier) dengan pengontrol suhu dan diisi air sebatas level yang sudah ditentukan (system boiling water) terjadi Kondensasi air dengan penurunan suhu untuk mencapai suhu 370 C pada ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu udara ± sama dengan suhu tubuh.
Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370 C - 380 C.
Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan luka bakar pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan akibatnya obstruksi jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya apabila suhu ke pasien kurang dari 360 C membuat kesempatan untuk tumbuhnya kuman.
Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara dialirkan melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air.
Pada kasus penggunaan Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan kedua system diatas, tetapi humidifasi jenis Moisture echanger yang di pasang pada ujung sirkuit Ventilasi Mekanik.

B.    Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi dan penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan ini membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi, perhatikan sterilitas !!
Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat dari adanya peningkatan tekanan inspirasi (Resp. rate) yang menandakan adanya perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh sekresi ini indikasi untuk dilakukan pengisapan.
Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi atelektasis dan dapat mempermudah pengambilan sekresi, bisa dengan cara melakukan clapping, fibrasing perubahan posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan untuk mengurangi pelengketan sekresi.

C.    Perawatan selang Endotrakeal
Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk mencegah terjadinya migrasi, kinking dan terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi yang adequate jangan diabaikan. Penggantian plesterfiksasi minimal 1 hari sekali harus dilakukan karena ini merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-tanda lecet/ iritasi pada kulit atau pinggir bibir dilokasi pemasangan selang endotrakeal.
Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang mayo/gudel sesuai ukuran, ini gunanya agar selang endotrakeal tidak digigit, dan bisa juga memudahkan untuk melakukan pengisapan sekresi.
Penggunaan pipa penyanggah sirkuit pada Ventilasi Mekanik dapat mencegah tertariknya selang endotrakeal akibat dari beban sirkuit yang berat.
Bila pasien terpasang Ventilasi Mekanik dalam waktu yang lama perlu di pertimbangkan untuk dilakukan pemasangan Trakeostomi yang sebelumnya kolaborasi dengan dokter dan keluarga pasien.

D.    Tekanan cuff endotrakeal
Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan inflasi dan kelebihan tekanan pada dinding trakea.
Pada pasien dengan Ventilasi Mekanik, tekanan terbaik adalah paling rendah tanpa adanya kebocoran/penurunan tidal volume.
Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk mencegah terjadinya nekrosis pada trakea.

E.     Dukungan Nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik dukungan nutrisi harus diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek samping yang memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi paru dan kematian.
Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat diberikan melalui Nasogastric tube (NGT) yang dimulai dengan melakukan test feeding terlebih dahulu, terutama pada pasien dengan post laparatomy dengan reseksi usus.
Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi melalui enteral bisa dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral.
Pemberian nutrisi ?

F.     Perawatan Mata
Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik perawatan mata itu sangat penting dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian tetes mata/zalf mata bisa menurunkan keringnya kornea. Bila refleks berkedip hilang, kelopak mata harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan trauma. Edema sclera dapat terjadi pada pasien dengan Ventilasi Mekanik bila tekanan vena meningkat. Atur posisi kepala lebih atas/ekstensi.

Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1.     Pada paru
- Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.
- Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
- Infeksi paru
- Keracunan oksigen
- Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
- Aspirasi cairan lambung
- Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
- Kerusakan jalan nafas bagian atas
2.     Pada sistem kardiovaskuler
- Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.
3.     Pada sistem saraf pusat
- Vasokonstriksi cerebral
- Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari hiperventilasi.
- Oedema cerebral
- Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari hipoventilasi.
- Peningkatan tekanan intra kranial
- Gangguan kesadaran
- Gangguan tidur.
4.     Pada sistem gastrointestinal
- Distensi lambung, illeus
- Perdarahan lambung.




Mode Jenis Ventilasi Mekanik
Klasifikasi Ventilasi mekanik berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif. Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu :

1.     Volume Cycled Ventilator.
Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering digunakan di ruangan unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.

Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga memiliki resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.

2.     Pressure Cycled Ventilator
Prinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan, sedangkan pada pasien anak-anak atau dewasa mengalami gangguan pada luas lapang paru (atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.
3.     Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi) 1 : 2.

4.     Berbasis aliran (Flow Cycle)
Memberikan napas/ menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan aliran yang sudah disetting terlebih dahulu.

Mode Ventilator Mekanik
1.     Mode control (pressure control, volume control, continuous mode). 
Pasien mendapat bantuan pernafasan sepenuhnya, pada mode ini pasien dibuat tidak sadar (tersedasi) sehingga pernafasan di kontrol sepenuhnya oleh ventilator. Tidal volume yang didapat pasien juga sesuai yang di set pada ventilator. Pada mode control klasik, pasien sepenuhnya tidak mampu bernafas dengan tekanan atau tidal volume lebih dari yang telah di set pada ventilator. Namun pada mode control terbaru, ventilator juga bekerja dalam mode assist-control yang memungkinkan pasien bernafas dengan tekanan atau volum tidal lebih dari yang telah di set pada ventilator.
2.     Mode Intermitten Mandatory Ventilation (IMV).
Pada mode ini pasien menerima volume dan frekuensi pernafasan sesuai dengan yang di set pada ventilator. Diantara pernafasan pemberian ventilator tersebut pasien bebas bernafas. Misalkan respiratory rate (RR) di set 10, maka setiap 6 detik ventilator akan memberikan bantuan nafas, diantara 6 detik tersebut pasien bebas bernafas tetapi tanpa bantuan ventilator. Kadang ventilator memberikan bantuan saat pasien sedang bernafas mandiri, sehingga terjadi benturan antara kerja ventilator dan pernafasan mandiri pasien. Hal ini tidak akan terjadi pada
3.     Mode Synchronous Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV) yang sama dengan mode IMV hanya saja ventilator tidak memberikan bantuan ketika pasien sedang bernafas mandiri. Sehingga benturan terhindarkan.
4.     Mode Pressure Support atau mode spontan.
Ventilator tidak memberikan bantuan inisiasi nafas lagi. Inisiasi nafas sepenuhya oleh pasien, ventilator hanya membantu pasien mencapai tekanan atau volume yang di set di mesin dengan memberikan tekanan udara positif.