Ventilasi Mekanik Ventilator adalah merupakan suatu alat bantu
mekanik yang berfungsi bermanfaat dan bertujuan untuk memberikan bantuan nafas
pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui
jalan nafas buatan dan juga merupakan mesin bantu nafas yang digunakan untuk
membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan
oksigenasi.
Ventilator adalah peralatan elektrik dan memerlukan sumber
listrik. Beberapa ventilator, menyediakan back up batere, namun batere tidak
didesain untuk pemakaian jangka lama. Ventilator adalah suatu metode
penunjang/bantuan hidup (life - support). Maksudnya adalah jika ventilator
berhenti bekerja maka pasien akan meninggal. Oleh sebab itu harus tersedia manual
resusitasi seperti ambu bag di samping tempat tidur pasien yang memakai
ventilator, karena jika ventilator berhenti bekerja dapat langsung dilakukan
manual ventilasi.
Tujuan dan Indikasi Pemasangan Ventilator
Ada beberapa hal yang menjadikan tujuan dan manfaat penggunaan ventilasi mekanik ini dan juga beberapa kriteria pasien yang perlu untuk segera dipasang ventilator.
Tujuan Ventilator
-
Mengurangi kerja pernapasan.
-
Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
-
Pemberian MV yang akurat.
-
Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
-
Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat.
Indikasi :
1. Pasien Dengan Gagal Nafas.
Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti
nafas (apnu) maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen
merupakan indikasi ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi
dan pemasangan ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya.
Distres pernafasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi.
Prosesnya dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena
kelemahan otot pernafasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
2. Insufisiensi jantung.
Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki
kelainan pernafasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF,
peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat
peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung
kolaps. Pemberian ventilasi mekanik untuk mengurangi beban kerja
sistem pernafasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.
3. Disfungsi neurologis.
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami
apnoe berulang juga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik
juga berfungsi untuk menjaga jalan nafas pasien serta memungkinkan pemberian
hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
4. Tindakan operasi.
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi
dan sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya
gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani
dengan keberadaan ventilasi mekanik.
Kriteria Pemasangan Ventilasi Mekanik
Menurut Pontopidan (2003), seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi
mekanik (ventilator) bila :
-
RR > 35 x/menit.
-
Hasil AGD dengan O2 masker PaO2 < 70 mmHg.
-
PaCO2 > 60 mmHg
-
AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya > 350 mmHg.
-
Vital capasity < 15 ml / kg BB.
-
Tidal Volume < 5 cc/kg BB.
Alat-alat yang disediakan
-
Ventilator
-
Spirometer
-
Air viva (ambu bag)
-
Oksigen sentral
-
Perlengkapan untuk mengisap sekresi
- Kompresor Air
Setting Ventilator
1.
Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu :
· M.V = Tidal Volume
(T.V) x Respiratory Rate (R.R)
· Normal T.V = 10 –
15 cc/kg BB
· Normal R.R =
-
Dewasa = 10 – 12 x/menit
-
Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg
BB.
-
Pada Servo Ventilator 900 C :
o
M.V < 4 liter, pakai standar “infant”
o
M.V. > 4 liter, pakai standar “adult”
2.
Modus
· Tergantung dari
keadaan klinis pasien.
· Bila mempergunakan
“IMV”, harus dikombinasikan dengan “PEEP”.
3.
PEEP
· Ditentukan
tergantung dari keadaan klinis pasien.
· Pada pasien dengan
edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg.
· Pada pasien tidak
dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO2 dinaikan sampai 50%. Bila
FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5 mmHg.
· Catatan :
-
Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50
%
-
PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas
maximal 15 mmHg.
4.
Pengaturan Alarm
· Oksigen = batas
terendah : 10 % dibawah yang diset
· batas tertinggi :
10 % diatas yang diset
· “Expired M.V = kira-kira
20 % dari M.V yang diset
· “Air Way Pressure”
= batas tertinggi 10 cm diatas yang diset
Prosedur Pemberian Ventilator
Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada
ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan
pengesetan awal adalah sebagai berikut:
· Fraksi oksigen
inspirasi (FiO2) 100%
· Volume Tidal: 4-5
ml/kg BB
· Frekwensi
pernafasan: 10-15 kali/menit
· Aliran inspirasi:
40-60 liter/detik
· PEEP (Possitive End
Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini
diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah
atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan
perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil
analisa gas darah (Blood Gas)
Pemantauan
1.
Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung,
tekanan darah, sianosis, temperatur.
2.
Auskultasi paru untuk mengetahui :
-
Letak tube
-
Perkembangan paru-paru yang simetris
-
Panjang tube
3.
Periksa AGD tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting,
analisa gas darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
· Nilai standar :
PCO2 = 35 – 45 mmHg
· Saturasi O2 = 96 –
97 %
· PaO2 = 80 – 100
mmHg
-
PaO2 > 100 mmHg → FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
-
PCO2 > 45 mmHg → M.V dinaikkan.
-
PCO2 < 35 mmHg → M.V diturunkan.
4.
Periksa keseimbangan cairan setiap hari
5.
Periksa elektrolit setiap hari
6.
“Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg
7.
“Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam
8.
Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.
9.
Foto Thorax setiap hari → untuk melihat perkembangan klinis,
letak ETT dan komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
10.
Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan
melihat tanda-tanda sebagai berikut :
-
Gelisah, kesadaran menurun
-
Sianosis
-
Distensi vena leher
-
Trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”
-
Salah satu dinding torak jadi mengembang
-
Pada perkusi terdapat timpani.
Perawatan :
1.
Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau
pada keluarganya bagi pasien yang tidak sadar.
2.
Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk
mencegah infeksi.
3.
“Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT,
agar pengembunan air yang terjadi tidak masuk ke paru pasien.
4.
Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai
habis, air diganti tiap 24 jam.
5.
Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari,
perhatikan jangan sampai letak dan panjang tube berubah.
1.
Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”
6.
Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara :
2.
Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa
sehingga posisinya berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang untuk
memungkinkan pasien dapat menggerakkan kepala.
7.
Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan
merubah posisi tiap 2 jam. Selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah
terjadinya dekubitus.
8.
Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien
sendirian.
9.
Teknik mengembangkan “cuff” :
-
Kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara
bocor.
-
“cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.
Kriteria Penyapihan
Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan
penyapihan bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
· Kapasitas vital
10-15 ml/kg BB
· Volume tidal 4-5
ml/kg BB
· Kekuatan inspirasi ≥
20 cm H2O
· RR < 20
kali/menit.
Beberapa hal yang
harus diperhatikan
A.
Humidifasi dan Suhu
Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan
meniadakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan.
Dua proses ini harus ditambahkan pelembab (Humidifier)
dengan pengontrol suhu dan diisi air sebatas level yang sudah ditentukan
(system boiling water) terjadi Kondensasi air dengan penurunan suhu untuk
mencapai suhu 370 C pada ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus
suhu udara ± sama dengan suhu tubuh.
Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari
370 C - 380 C.
Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu
inhalasi menyebabkan luka bakar pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan
sekresi dan akibatnya obstruksi jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya apabila
suhu ke pasien kurang dari 360 C membuat kesempatan untuk tumbuhnya kuman.
Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana
kehangatan udara dialirkan melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi
kondensasi air.
Pada kasus penggunaan Ventilasi Mekanik yang singkat
tidak lagi menggunakan kedua system diatas, tetapi humidifasi jenis Moisture
echanger yang di pasang pada ujung sirkuit Ventilasi Mekanik.
B.
Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate,
perubahan posisi dan penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila
perlu, karena tindakan ini membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya
infeksi, perhatikan sterilitas !!
Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi)
dapat juga dilihat dari adanya peningkatan tekanan inspirasi (Resp. rate) yang
menandakan adanya perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh sekresi ini
indikasi untuk dilakukan pengisapan.
Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi
atelektasis dan dapat mempermudah pengambilan sekresi, bisa dengan cara
melakukan clapping, fibrasing perubahan posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan
untuk mengurangi pelengketan sekresi.
C.
Perawatan selang Endotrakeal
Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk
mencegah terjadinya migrasi, kinking dan terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi
yang adequate jangan diabaikan. Penggantian plesterfiksasi minimal 1 hari
sekali harus dilakukan karena ini merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat
apakah ada tanda-tanda lecet/ iritasi pada kulit atau pinggir bibir dilokasi
pemasangan selang endotrakeal.
Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang
mayo/gudel sesuai ukuran, ini gunanya agar selang endotrakeal tidak digigit,
dan bisa juga memudahkan untuk melakukan pengisapan sekresi.
Penggunaan pipa penyanggah sirkuit pada Ventilasi
Mekanik dapat mencegah tertariknya selang endotrakeal akibat dari beban sirkuit
yang berat.
Bila pasien terpasang Ventilasi Mekanik dalam waktu
yang lama perlu di pertimbangkan untuk dilakukan pemasangan Trakeostomi yang
sebelumnya kolaborasi dengan dokter dan keluarga pasien.
D.
Tekanan cuff endotrakeal
Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk
mencegah kelebihan inflasi dan kelebihan tekanan pada dinding trakea.
Pada pasien dengan Ventilasi Mekanik, tekanan terbaik
adalah paling rendah tanpa adanya kebocoran/penurunan tidal volume.
Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik
untuk mencegah terjadinya nekrosis pada trakea.
E.
Dukungan Nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik
dukungan nutrisi harus diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan
tidak sedikit terjadinya efek samping yang memperberat kondisi pasien, bahkan
bisa menimbulkan komplikasi paru dan kematian.
Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan,
Nutrisi Enteral dapat diberikan melalui Nasogastric tube (NGT) yang dimulai
dengan melakukan test feeding terlebih dahulu, terutama pada pasien dengan post
laparatomy dengan reseksi usus.
Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk
diberikan nutrisi melalui enteral bisa dilakukan dengan pemberian nutrisi
parenteral.
Pemberian nutrisi ?
F.
Perawatan Mata
Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik
perawatan mata itu sangat penting dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang
sering dan pemberian tetes mata/zalf mata bisa menurunkan keringnya kornea.
Bila refleks berkedip hilang, kelopak mata harus di plester untuk mencegah
abrasi kornea, kering dan trauma. Edema sclera dapat terjadi pada pasien dengan
Ventilasi Mekanik bila tekanan vena meningkat. Atur posisi kepala lebih
atas/ekstensi.
Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1.
Pada paru
-
Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis,
emboli udara vaskuler.
-
Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
-
Infeksi paru
-
Keracunan oksigen
-
Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi,
tersumbat.
-
Aspirasi cairan lambung
-
Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
-
Kerusakan jalan nafas bagian atas
2.
Pada sistem
kardiovaskuler
-
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya
aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian
ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.
3.
Pada sistem saraf
pusat
-
Vasokonstriksi cerebral
-
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah
normal akibat dari hiperventilasi.
-
Oedema cerebral
-
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal
akibat dari hipoventilasi.
-
Peningkatan tekanan intra kranial
-
Gangguan kesadaran
-
Gangguan tidur.
4.
Pada sistem
gastrointestinal
-
Distensi lambung, illeus
-
Perdarahan lambung.
Mode Jenis
Ventilasi Mekanik
Klasifikasi Ventilasi mekanik berdasarkan cara alat tersebut
mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan
tekanan positif. Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan
positif dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu :
1.
Volume Cycled Ventilator.
Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling
sering digunakan di ruangan unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator
ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi
ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled
ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume
tidal yang konsisten.
Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga memiliki resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.
Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga memiliki resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.
2.
Pressure Cycled Ventilator
Prinsip dasar
ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti
bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah
ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi
terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru,
maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang
setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan,
sedangkan pada pasien anak-anak atau dewasa mengalami gangguan pada luas lapang
paru (atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.
3.
Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya
berdasarkan waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu
inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas
permenit). Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi) 1 : 2.
4.
Berbasis aliran (Flow Cycle)
Memberikan napas/ menghantarkan oksigen berdasarkan
kecepatan aliran yang sudah disetting terlebih dahulu.
Mode Ventilator Mekanik
1.
Mode control (pressure control, volume
control, continuous mode).
Pasien mendapat
bantuan pernafasan sepenuhnya, pada mode ini pasien dibuat tidak sadar
(tersedasi) sehingga pernafasan di kontrol sepenuhnya oleh ventilator. Tidal
volume yang didapat pasien juga sesuai yang di set pada ventilator. Pada mode
control klasik, pasien sepenuhnya tidak mampu bernafas dengan tekanan atau
tidal volume lebih dari yang telah di set pada ventilator. Namun pada mode
control terbaru, ventilator juga bekerja dalam mode assist-control yang
memungkinkan pasien bernafas dengan tekanan atau volum tidal lebih dari yang
telah di set pada ventilator.
2.
Mode Intermitten Mandatory Ventilation
(IMV).
Pada mode ini
pasien menerima volume dan frekuensi pernafasan sesuai dengan yang di set pada
ventilator. Diantara pernafasan pemberian ventilator tersebut pasien bebas
bernafas. Misalkan respiratory rate (RR) di set 10, maka setiap 6 detik
ventilator akan memberikan bantuan nafas, diantara 6 detik tersebut pasien
bebas bernafas tetapi tanpa bantuan ventilator. Kadang ventilator memberikan
bantuan saat pasien sedang bernafas mandiri, sehingga terjadi benturan antara
kerja ventilator dan pernafasan mandiri pasien. Hal ini tidak akan terjadi pada
3.
Mode Synchronous Intermitten Mandatory
Ventilation (SIMV) yang sama dengan mode IMV hanya saja
ventilator tidak memberikan bantuan ketika pasien sedang bernafas mandiri.
Sehingga benturan terhindarkan.
4.
Mode Pressure Support atau
mode spontan.
Ventilator tidak
memberikan bantuan inisiasi nafas lagi. Inisiasi nafas sepenuhya oleh pasien,
ventilator hanya membantu pasien mencapai tekanan atau volume yang di set di
mesin dengan memberikan tekanan udara positif.
No comments:
Post a Comment